الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ .اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَ بَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ. امابعدفَيَاآيُّهَا الْحأضِرُوْنَ الْكِرَامِ . اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Hadirin sidang jum'at rahimakumullah
Marilah kita tingkatkan takwa kita kepada Allah dalam arti yang sebenar-benarnya, yakni menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya. Dalam surat al-Fatihah ayat ke 2 Allah telah berfirman:
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (2)
(2). Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
Segala puji kepunyaan Allah, yakni rasa syukur hanya dipersembahkan kepada Allah semata, bukan kepada perkara yang disembah selain Dia dan bukan kepada seluruh mahluk yang diciptakan-Nya, karena Dia telah menganugerahkan nikmat kepada hamba-hamba-Nya yang tidak terhingga jumlahnya dan tidak ada seorang pun, selain Dia, yang mengetahui jumlahnya. Maka tidak seorang pun diantara mereka yang berhak menerima rasa syukur tersebut. Untuk itu bagi Tuhan kitalah segala puji, baik pada masa awal maupun akhir. Segala jenis dan ragam pujian itu kepunyaan Allah Ta'ala, sebagaimana sabda Rasulullah:
اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ كُلُّهُ، وَلَكَ الْمُلْكُ كُلُّهُ، بِيَدِكَ الْخَيْرُ كُلُّهُ، إِلَيْكَ يُرْجَعُ الأَمْرُ كُلُّه... (رواه البيهقي واحمد والنسائي)
"Ya Allah, kepunyaan Engkaulah seluruh puji, kepunyaan Engkalah seluruh kerajaan, dalam kekuasaan Engkaulah segala kebaikan, dan kepada Engkaulah segala urusan itu kembali, ..." (HR. Baihaqi, Ahmad dan Nasa-i)
Lalu apakah berarti manusia tidak boleh menerima syukur dan pujian yang merupakan bentuk dari rasa terimakasih kepada sesama, karena semua itu milik Allah? Rasulullah saw bersabda:
مَنْ لَمْ يَشْكُرِ النَّاسَ لَمْ يَشْكُرِ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ.
Barangsiapa yang tidak berterimakasih pada manusia, maka dia tidak dianggap bersukur kepada Allah 'Azza wa Jalla.
Berterimakasih kepada manusia itu adalah anjuran Nabi, tetapi dalam berterimakasih, baik orang yang mengucapkan atau orang yang menerimanya, hatinya harus disambungkan kepada Allah. Karena apa pun yang kita pergunakan, baik harta tenaga dan lainnya, pada hakikatnya semua itu adalah milik Allah yang dianugerahkan kepada kita, maka Dia-lah yang paling berhak menerima puji-pujian tersebut.
Hadirin sidang jum'at rahimakumullah.
Menurut Ibnu Jarir al-Thabari al-hamdulillah adalah bentuk pujian yang Allah sendiri memuji Dzat-Nya dengan pujian tersebut, serta menerintahkan hamba-hambanya agar memuji kepada-Nya. Seakan-akan Allah memerintahkan: قُوْلُوا : الحَمْدُ للَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْن hai hamba-hambaku ucapkanlah al-hamdulillahi rabbil 'alamin, segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Allah memerintahkan kita untuk selalu membaca al-hamdulillahi rabbil alamin. Rasulullah saw bersabda:
الْحَمْدُ رَأْسُ الشُّكْرِ ، مَا شَكَرَ اللَّهَ عَبْدٌ لا يَحْمَدُه ( الدر المنثور – ج 1 / 1)
al-hamdulillah itu adalah pokok syukur. Tidaklah dianggap bersukur kepada Allah, seorang hamba yang tidak memuji kepada-Nya.
Sahabat Ibnu Abbas berkata: al-hamdulillah kalimatu kulli syaakir, hamdalah adalah kalimat bagi setiap orang-orang yang bersyukur. Imam Ibnu Jarir at-Thabari dalam tafsirnya menyebutkan bahwa hamdalah adalah kalimat syukur, dan tidaklah dikatakan syukur kecuali dengan prilaku. Prilaku syukur itu harus dengan bil jinan wa lisan wa arkan yakni hati, perkataan dan anggota badan, semuanya harus turut menyatakan syukur tersebut. Jika kita hanya mengucapkan hamdalah tetapi hati dan prilaku kita tidak turut menyatakan syukur, maka hamdallah yang kita baca hanya sekedar ats-tsana' atau kalimat pujian pada sesuatu yang baik. Kita baru memuji Allah yang Maha Baik, tetapi kita belum dianggap sebagai orang bersyukur kepada Allah swt.
Jadi ketika kita mengatakan hamdallah adalah kalimat sukur, maka itu berarti adalah kesatuan pujian dan syukur bil jinan wal lisan wal arkan. Kesatuan pujian dan prilaku syukur, yang ditunjukkan dengan hati kita yang selalu senang, berbahagia dan ridha terhadap apapun yang telah diberikan oleh Allah, mulut kita pun akan selalu menyatakan ungkapan kebahagiaan tesebut dengan selalu memuji-muji asma Allah, dengan membaca hamdalah dan dzikirullah, serta seluruh anggota badan kita pun melakukan tindakan yang mencerminkan kebahagiaan menerima anugerah Allah yakni dengan shalat, menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya.
Hati, perkataan dan perbuatan yang telah mengakui syukur kepada Allah menjadikan jiwa kita bersatu padu dalam harmoni keselarasan akan keindahan hubungan antara al-Khaliq dan hamba-Nya. Rasulullah saw bersabda: bahwa ketika seorang hamba shalat:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : اِذَاقَالَ الْعَبْدُ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ قَالَ اللهُ حَمِدَنِي عَبْدِي
Ketika dalam shalat seorang hamba mengucapkan "segala puji bagi Allah, Tuhan semesta Alam", maka Allah menjawab: "Hambaku telah memuji-Ku"
Hadirin sidang jum'at yang dirahmati Allah.
Ketika kita merenungi ayat dan hadits tersebut, alangkah betapa bahagianya seorang hamba-budak jelata tak berharga, tapi ketika menghadap kehadirat Raja Penguasa jagat raya, pujiannya langsung diterima dan dijawab sang Maha Raja dengan sangat lembutnya, bahkan hamba tersebut dapat berbicara langsung kepada-Nya. Itulah kita semua, al-'abd dalam bahasa arab, budak-hamba sahaya dalam bahasa Indonesia. Shalat, pujian dan ketundukan kita pada Allah bukanlah untuk kehormatan sang Maha Raja Perkasa. Shalat, pujian dan ketundukan tersebut adalah untuk kehormatan kita, media yang disiapkan oleh Allah untuk mengangkat kehina-dinaan seorang budak, menjadi budak yang terhormat dan bermartabat. Pujian kita pada Dzat Pemilik segala pujian menjadikan kita sebagai hamba yang terpuji. Shalat adalah pujian, ketundukan sekaligus munajat atau ngobrolnya seorang hamba kepada kepada Sang Khaliq.
Sekali lagi perlu diingat, kebesaran dan keagungan kekuasaan Allah sama sekali tidak membutuhkan syukur, pujian dan ketundukan kita. Allah tidak membutuhkan apapun dari kita, karena syukur yang kita lakukan tersebut akan kembali pada kita, yakni untuk mengangkat kehormatan dan kemuliaan kita. Syukur itu untuk kita sendiri yang sangat membutuhkan cinta belas kasih dan kasih sayangnya Allah baik untuk hidup di dunia, lebih-lebih pada kehidupan yang abadi, yakni Akherat. Allah berfirman:
وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ (لقمان :12)
Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (Q.S. Luqman : 12)
Tetapi jika kita tidak mau bersyukur dengan hati, perkataan dan perbuatan atau tunduk patuh pada semua syari'at Allah swt, karena merasa sudah hebat dan tidak membutuhkan Allah, ingat ancaman Allah dalam surat Ibrahim ayat 7:
لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ ( إبراهيم : 7 )
Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih. (Q.S. Ibrahim : 7)
ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ (التين : 5)
Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya, yakni neraka. (Q.S. at-Tiin : 5)
Hadirin sidang jum'at yang dirahmati Allah.
Segala anugerah mulai diciptakannya ruh kita, dilahirkan, nafas, pendengaran dan semua nikmat hingga sampai saat ini, lebih-lebih anugerah Agung yakni Imam, Islam dan Ikhsan, yang semua itu kita tidak sanggup untuk menghitungnya, lalu dapatkah kita membayarnya? Sungguh, sekaya apapun kita, maka kita semua tidak akan pernah sanggup untuk membayarnya. Untuk itulah Allah telah menurunkan surat al-Fatihah yang ayat ke-2 nya adalah hamdalah, dan hamdallah menurut Nabi adalah kalimat syukur. Maka cukuplah itu semua untuk membayar segala nikamat Allah, sebagaimana Nabi saw bersabda:
التَوْحِيْدُ ثَمَنُ الْجَنَّةِ ، وَ الْحَمْدُ لِلَّهِ ثَمَنُ كُلِّ نِعْمَةٍ ( الدر المنثور –ج 1 / 2)
Nabi saw bersabda: Tauhid itu harga (penebus) surga, dan al-hamdulillah adalah harga (penebus) dari setiap nikmat-anugerah (Allah). (ad-Durrul Mantsur Juz I, hal 2)
Ketika kita selalu bersyukur atas nikmat yang selalu diberikan pada kita, maka Allah Akan selalu menambahi nikmat itu lebih banyak lagi.
قال النبيُّ صلى الله عليه وسلم: إِذَا قُلْتَ "الحمد لله ربِّ العالمين"، فَقَدْ شَكَرْتَ اللهَ، فَزَادَكَ.
Nabi saw bersabda: jika engkau mengucapkan "segala puji bagi Allah, Tuhan sekalian alam" maka sungguh engkau telah besyukur kepada Allah, maka Allah akan menambahi anugerah padamu.
Rasulullah saw juga bersabda
لَيْسَ شَيْءٌ أَحَبَّ إِلَيْهِ الْحَمْدُ مِنَ اللهِ ، وَلِذَلِكَ أَثْنَى عَلَى نَفْسِهِ فَقَالَ الحمد للهِ ( الدر المنثور 1 / 2)
Tidak ada yang lebih dicintai oleh Allah dibandingkan pujian, dan kerena itulah Allah memuji Dzatnya Sendiri, dan berfirman; segala puji bagi Allah.
Hadirin sidang jum'at yang dirahmati Allah
Karena hamdalah adalah kalimat pujian dan syukur, dan Pujian sungguh suatu hal yang paling dicintai Allah, maka marilah kita selalu membiasakan membaca al-hamdulillahi rabbil 'alamin, segala puji hanya bagi Allah, Tuhan semesta alam. Dan pujian syukur itu pun harus diwujudkan dengan hati, perkataan dan perbuatan kita, dengan menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya. Jika kita dapat melaksanakan ini, maka itulah harga penebus semua nikmat dan anugerah Allah dan kita akan menjadi hamba yang dicintai oleh Allah baik di dunia maupun di akherat. Akhirnya marilah kita mendekatkan diri kepada Allah dengan sesuatu yang paling dicintai-Nya, yakni dengan selalu selalu mengucapkannya dalam shalat dan diwaktu-waktu senggang kita dengan kalimat : الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
بَارَكَ اللهُ لِي وَلكُمْ فِى الْقُرآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِى وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلَ مِنِّى وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَاَنْتَ خَيْرُ الرَّحِمِيْنَ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar