Sabtu, 08 Januari 2011

Latar Belakang Lahirnya Nahdlatul Ulama


LATAR BELAKANG LAHIRNYA NAHDLATUL ULAMA
Ada tiga alasan yang melatarbelakangi lahirnya Nahdlatul Ulama 31 Januari 1926:
1.      Motif Agama. Bahwa Nahdlatul Ulama lahir atas semangat menegakkan dan mempertahankan Agama Allah di Nusantara, meneruskan perjuangan Wali Songo. Terlebih Belanda-Portugal tidak hanya menjajah nusantara, tapi juga menyebarkan agama Kristen-katolik dengan sangat gencarnya. Mereka membawa para misionaris-misionaris kristiani ke berbagai wilayah.
2.      Motif Nasionalisme. NU lahir karena niatan kuat untuk menyatukan para ulama dan tokoh-tokoh agama dalam melawan penjajahan. Semangat nasionalisme itu pun terlihat juga dari nama Nahdlatul Ulama itu sendiri yakni Kebangkitan Para Ulama. NU pimpinan Mbah Hasyim Asy'ari sangat nasionalis. Sebelum RI merdeka, para pemuda di berbagai daerah mendirikan organisasi bersifat kedaerahan, seperti Jong Cilebes, Pemuda Betawi, Jong Java, Jong Ambon, Jong Sumatera, dan sebagainya. Tapi, kiai-kiai NU justru mendirikan organisasi pemuda bersifat nasionalis. Pada 1924, para pemuda pesantren mendirikan Syubbanul Wathon (Pemuda Tanah Air). Organisasi pemuda itu kemudian menjadi Ansor Nahdlatoel Oelama (ANO) yang salah satu tokohnya adalah pemuda gagah, Muhammad Yusuf (KH M. Yusuf Hasyim -Pak Ud). Selain itu dari rahim NU lahir lasykar-lasykar perjuangan fisik, dikalangan pemuda muncul lasykar-lasykar Hizbullah (Tentara Allah) dengan panglimanya KH. Zainul Arifin seorang pemuda kelahiran Barus Sumatra Utara 1909, dan di kalangan orang tua Sabilillah (Jalan menuju Allah) yang di  komandoi KH. Masykur.
Sejarah mencatat, meski bangsa Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, 53 hari kemudian NICA (Netherlands Indies Civil Administration) nyaris mencaplok kedaulatan RI. Pada 25 Oktober 1945, 6.000 tentara Inggris tiba di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Pasukan itu dipimpin Brigadir Jenderal Mallaby, panglima brigade ke-49 (India). Penjajah Belanda yang sudah hengkang pun membonceng tentara sekutu itu.
Praktis, Surabaya genting. Untung, sebelum NICA datang, Soekarno sempat mengirim utusan menghadap Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari di Pesantren Tebuireng, Jombang. Melalui utusannya, Soekarno bertanya kepada Mbah Hasyim, “Apakah hukumnya membela tanah air? Bukan membela Allah, membela Islam, atau membela Al-Qur'an. Sekali lagi, membela tanah air?”
Mbah Hasyim yang sebelumnya sudah punya fatwa jihad kemerdekaan bertindak cepat. Dia memerintahkan KH. Wahab Hasbullah, KH Bisri Syamsuri, dan kiai lain untuk mengumpulkan kiai se-Jawa dan Madura. Para kiai dari Jawa dan Madura itu lantas rapat di Kantor PB Ansor Nahdlatoel Oelama (ANO), Jalan Bubutan VI/2, Surabaya, dipimpin Kiai Wahab Hasbullah pada 22 Oktober 1945.
Pada 23 Oktober 1945, Mbah Hasyim Asy'ari atas nama Pengurus Besar NU mendeklarasikan seruan jihad fi sabilillah, yang kemudian dikenal dengan Resolusi Jihad. Ada tiga poin penting dalam Resolusi Jihad itu. Pertama, setiap muslim – tua, muda, dan miskin sekalipun- wajib memerangi orang kafir yang merintangi kemerdekaan Indonesia. Kedua, pejuang yang mati dalam perang kemerdekaan layak disebut syuhada. Ketiga, warga Indonesia yang memihak penjajah dianggap sebagai pemecah belah persatuan nasional, maka harus dihukum mati.
Jadi, umat Islam wajib hukumnya membela tanah air. Bahkan, haram hukumnya mundur ketika kita berhadapan dengan penjajah dalam radius 94 km (jarak ini disesuaikan dengan dibolehkannya qashar salat). Di luar radius itu dianggap fardu kifayah (kewajiban kolektif, bukan fardu ain, kewajiban individu).
Fatwa jihad yang ditulis dengan huruf pegon itu kemudian digelorakan Bung Tomo lewat radio. Keruan saja, warga Surabaya dan masyarakat Jawa Timur yang keberagamaannya kuat dan mayoritas NU merasa terbakar semangatnya. Ribuan kiai dan santri dari berbagai daerah -seperti ditulis M.C. Ricklefs (1991), mengalir ke Surabaya. Meletuslah peristiwa 10 November 1945 yang dikenang sebagai hari pahlawan. Para kiai dan pendekar tua membentuk barisan pasukan non reguler Sabilillah yang dikomandani oleh KH. Maskur. Para santri dan pemuda berjuang dalam barisan pasukan Hizbullah yang dipimpin oleh H. Zainul Arifin. Sementara para kiai sepuh berada di barisan Mujahidin yang dipimpin oleh KH. Wahab Hasbullah. Perang tak terelakkan sampai akhirnya Brigadir Jenderal Mallaby tewas.
3.       Motif Mempertahankan Faham Ahlussunnah wal Jamaah. NU lahir untuk membentengi umat Islam khususnya di Indonesia agar tetap teguh pada ajaran Islam Ahlussunnah wal Jamaah (Para Pengikut Sunnah Nabi, Sahabat dan Ulama Salaf Pengikut Nabi-Sahabat), sehingga tidak tergiur dengan ajaran-ajaran baru (tidak dikenal zaman Rasul-Sahabat-Salafus Shaleh / ajaran ahli bid'ah). Pembawa ajaran-ajaran bid'ah yang sesat  (bid'ah madzmumah) menurut ulama Ahlussunnah wal Jamaah adalah sebagai berikut:
1. kaum Khawarij dengan imam / pemimpinnya Abdullah bin Abdul Wahab ar-Rasabi yang muncul di masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib r.a. yang berpendapat bahwa orang yang berdosa besar adalah kafir, sehingga ciri khas mereka mudah menuduh orang-orang Islam yang tidak sepaham dengan ajarannya sebagai kafir. Bahkan sahabat Ali bin Abi Thalib pun dicap kafir karena dianggap berdosa besar mau menerima tawaran tahkim / perdamaian yang diajukan oleh pemberontak Muawiyyah r.a.
2. Kaum Syi'ah, lebih-lebih setelah munculnya sekte syi'ah Rafidah dan Ghulat. Tokoh pendiri Syi'ah adalah Abdullah bin Saba seorang Yahudi yang pura-pura masuk Islam dan menyebarkan ajaran Wishoya, bahwa kepemimpinan setelah Nabi adalah lewat wasiat Nabi saw. Dan yang mendapatkan wasiat adalah Ali bin Abi Thalib. Dan Abu Bakar, Umar dan Utsman termasuk perampok jabatan.
3. Aliran Mu'tazilah yang didirikan oleh seorang tabi'in yang bernama Wasil bin Atho', ciri ajaran ini adalah menafsirkan al-Qur'an dan kebenaran agama ukurannya adalah akal manusia, bahkan mereka berpendapat demi sebuah keadilan Allah harus menciptakan al-manzilah bainal manzilataini, yakni satu tempat di antara surga dan neraka sebagai tempat bagi orang-orang gila.
4. Faham Qodariyyah yang pendirinya adalah Ma'bad al-Juhaini dan Gailan ad-Damsyqi keduanya murid Wasil bin Atho' dan keduanya dijatuhi hukuman mati oleh gubernur Irak dan Damaskus karena menyebarkan ajaran sesat (bid'ah), ciri ajarannya adalah manusia berkuasa penuh atas dunia ini, karena tugas Allah telah selesai dengan diciptakannya dunia, dan bertugas lagi nanti ketika kiamat datang.
5. aliran  Mujassimah atau kaum Hasyawiyyah ciri aliran ini menjasmanikan Allah (menyerupakan Allah dengan mahluk) yang diawali dengan menafsirkan al-Qur'an secara lafdzy dan tidak menerima ta'wil, sehingga sehingga mengartikan yadullah adalah Tangan Allah. (Lihat Ibnu Hajar al-'Asqolani dalam Fathul Baari Juz XX hal. 494) ... bahkan mereka sanggup mengatakan, bahwa pada suatu ketika, kedua-dua mata Allah kesedihan, lalu para malaikat datang menemui-Nya dan Dia (Allah) menangisi (kesedihan) berakibat banjir Nabi Nuh a.s sehingga mata-Nya menjadi merah, dan ‘Arasy meratap hiba seperti suara pelana baru dan bahwa Dia melampaui ‘Arasy dalam keadaan melebihi empat jari di segenap sudut. [Al-Syahrastani, al-Milal wa al-Nihal, h.141.] 
6. ajaran-ajaran para Pembaharu agama Islam (Mujaddid) yang dimulai dari Ibnu Taimiyyah (661-728 H / 1263-1328 M atau abad ke 7 – 8 H / 13 – 14 M yakni 700 tahun setelah Nabi Wafat atau 500 tahun dari masa Imam Syafi'i). Beliau mengaku penganut madzhab Hanbali, tapi anehnya beliau justru menjadi orang pertama yang menentang sistem madzhab. Pemikirannya lalu dilanjutkan muridnya Ibnul Qoyyim al-Jauziyyah. Aliran ini kemudian dikenal dengan nama aliran salafi-salafiyah yang mengaku memurnikan ajaran kembali ke al-Qur'an dan Hadits, tetapi disisi lain mereka justru mengingkari banyak hadits-hadits Shahih (inkarus sunnah). Mereka ingin memberantas bid'ah tetapi pemahaman tentang bid'ahnya melenceng dari makna bid'ah yang dikehendaki Rasulullah saw, yang dipahami oleh para sahabat dan para ulama salaf Ahlussunnah wal Jama'ah.
Mereka juga membangkitkan kembali penafsiran al-Qur'an-Sunnah secara lafdzy. Golongan Salafi ini percaya bahwa Al-Qur’an dan Sunnah hanya bisa diartikan secara tekstual (apa adanya teks) atau literal dan tidak ada arti majazi atau kiasan didalamnya. Pada kenyataannya terdapat ayat al-Qur’an yang mempunyai arti harfiah dan ada juga yang mempunyai arti majazi, yang mana kata-kata Allah swt. harus diartikan sesuai dengannya. Jika kita tidak dapat membedakan diantara keduanya maka kita akan menjumpai beberapa kontradiksi yang timbul didalam Al-Qur’an. Maka dari itu sangatlah penting untuk memahami masalah tersebut.
Dengan adanya keyakinan bahwa seluruh kandungan Al-Qur’an dan Sunnah hanya memiliki makna secara tekstual atau literal dan jauh dari makna Majazi atau kiasan ini, maka akibatnya mereka memberi sifat secara fisik kepada Allah swt.. (umpama Dia swt. mempunyai tangan, kaki, mata dan lain-lain seperti makhluk-Nya). Mereka juga mengatakan terdapat kursi yang sangat besar (‘Arsy) dimana Allah swt.. duduk (sehingga Dia membutuhkan ruangan atau tempat untuk duduk) diatasnya. Terdapat banyak masalah lainnya yang diartikan secara tekstual. Hal ini telah membuat banyak fitnah diantara ummat Islam, dan inilah yang paling pokok dari mereka yang membuat berbeda dari Madzhab yang lain. Salafisme ini hanya berjalan atas tiga komposisi yaitu; Syirik, Bid’ah dan Haram. (Penjelasan rincinya akan dibahas kemudian).
Munculnya Muhammad bin Abdul Wahab di abad ke 12 H / 18 M, seorang pembaharu agama (mujaddid) yang lahir di Ayibah lembah Najed (1115-1201 H/ 1703-1787 M) yang mengaku sebagai penerus ajaran Salafi Ibnu Taimiyyah dan kemudian mendirikan madzhab Wahabi-Wahabiyyah. Ia pun mengaku sebagai Ahlussunnah wal Jamaah karena meneruskan pemikiran Imam Ahmad bin Hanbal yang diterjemahkan oleh Ibnu Taimiyyah, tapi sebagaimana pendahulunya, Muhammad bin Abdul Wahab dan pengikutnya pun layaknya kaum Khawarij yang mudah mengkafirkan para ulama yang tidak sejalan dengan dia, bahkan sesama madzhab Hanbali pun ia mengkafirkanya. Di sini, kita akan mengemukakan beberapa pengkafiran Muhammad bin Abdul Wahhab terhadap beberapa tokoh ulama Ahlusunah yang tidak sejalan dengan pemikiran sektenya:
·         Dalam sebuah surat yang dilayangkan kepada Syeikh Sulaiman bin Sahim –seorang tokoh madzhab Hanbali pada zamannya– Ia (Muhamad Abdul Wahhab) menuliskan: ‘Aku mengingatkan kepadamu bahwa engkau bersama ayahmu telah dengan jelas melakukan perbuatan kekafiran, syirik dan kemunafikan !….engkau bersama ayahmu siang dan malam sekuat tenagamu telah berbuat permusuhan terhadap agama ini !…engkau adalah seorang penentang yang sesat di atas keilmuan. Dengan sengaja melakukan kekafiran terhadap Islam. Kitab kalian itu menjadi bukti kekafiran kalian!” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 10 hal. 31).
·         Dalam sebuah surat yang dilayangkan untuk Ibnu Isa  –yang telah melakukan argumentasi terhadap pemikirannya –Muhammad Abdul Wahhab menvonis sesat para pakar fikih (fuqoha) secara keseluruhan. Ia (Muhamad Abdul Wahhab) menyatakan: (Firman Allah); “Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah”. Rasul dan para imam setelahnya telah mengartikannya sebagai ‘Fikih’ dan itu yang telah dinyatakan oleh Allah sebagai perbuatan syirik. Mempelajari hal tadi masuk kategori menuhankan hal-hal lain selain Allah. Aku tidak melihat terdapat perbedaan pendapat para ahli tafsir dalam masalah ini.” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 2 halaman 59).
·         Berkaitan dengan Fakhrur Razi –pengarang kitab Tafsir al-Kabir, yang bermadzhab Syafi’i Asy’ary– ia (Muhamad Abdul Wahhab) mengatakan: “Sesungguhnya Razi tersebut telah mengarang sebuah kitab yang membenarkan para penyembah bintang” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 10 hal. 355). Betapa kedangkalan ilmu Muhamad bin Abdul Wahhab terhadap karya Fakhrur Razi. Padahal dalam karya tersebut, Fakhrur Razi menjelaskan tentang beberapa hal yang menjelaskan fungsi gugusan bintang dalam kaitannya dengan fenomena yang berada di bumi, termasuk berkaitan dengan bidang pertanian. Namun Muhammad bin Abdul Wahhab dengan keterbatasan ilmu  terhadap ilmu perbintangan telah menvonisnya dengan julukan yang tidak layak, tanpa didasari ilmu yang cukup.
Dari berbagai pernyataan di atas maka jangan kita heran jika Muhammad bin Abdul Wahhab pun mengkafirkan –serta di-ikuti oleh para pengikutnya (Wahhabi)– para pakar teologi (mutakallimin) Ahlusunnah secara keseluruhan (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 1 halaman 53), bahkan ia (Muhamad Abdul Wahhab) mengaku-ngaku bahwa kesesatan para pakar teologi tadi merupakan konsensus (ijma’) para ulama dengan mencatut nama para ulama seperti adz-Dzahabi, Imam Daruquthni dan al-Baihaqi.
Tokoh Pembaharu Agama (mujaddid) lain penerus faham salafi Ibnu Taimiyyah adalah muncul pada abad ke 19 di Afghanistan yang bernama Jamaluddin al-Afghani (1838-1898). Ajarannya diteruskan oleh muridnya dari Mesir di abad ke 19 – 20 M yang bernama Muhammad Abduh (1949-1905). Pemikiran Muhammad Abduh menyebar ke berbagai penjuru dunia lewat tulisannya yang dimuat dalam majalah al-Manar. Setelah beliau wafat pada tahun 1905, majalah al-Manar diteruskan oleh muridnya yang bernama Muhammad Rasyid Ridla (1865-1935). Kumpulan tulisan Muhammad Abduh dan M. Rasyid Ridla ini kemudian dibukukan menjadi Tafsir al-Manar. Dalam perkembangannya aliran Salafi-Wahabi pun terpecah dalam banyak faksi (kelompok) dengan karakteristiknya masing-masing, tergantung pada imam mana yang diikutinya.
Tokoh ulama Wahabi yang menjadi rujukan dan panutan saat ini adalah Muhammad Nashiruddin al-Bani lahir pada tahun 1915 dan wafat 1 Oktober 1989. Ia dipuja-puja kaum Wahabi-Salafi bahkan dianggap lebih alim dari Imam Bukhori, karena ia men-Tahrij / mengomentari beberapa haditsnya Imam Bukhori (194 – 256 H).
Ajaran Salafi-Wahabi ini masuk ke Indonesia mulanya 1. dibawa oleh seorang tokoh pembaharu agama (mujaddid) asal Yogyakarta yang bernama Darwis yang aktif dan rutin mengikuti pemikiran Muhammad Abduh-M. Rasyid Ridla lewat majalah al-Manar dan ajaran Wahabi. Ia kemudian dikenal dengan nama KH. Ahmad Dahlan yang pada 18 Nopember 1912 mendirikan organisasi keagamaan Muhammadiyyah2. Syaikh Akhmad Soorkati (1872-1943) seorang tokoh pembaharu (mujaddid) asal Sudan yang kalah bersaing dalam Jami'at al-Khair di negaranya, kemudian Hijrah ke Indonesia dan tahun 1914 di Betawi mendirikan organisasi al-Irsyad. 3. di Bandung pun muncul Mujaddid yang bernama A. Hasan yang juga dikenal sebagai Hasan Bandung atau Hasan Bangil yang tahun 1927 meneruskan organisasi  PERSIS (Persatuan Islam) yang didirikan pada 1923 oleh KH. Zam Zam Palembang. 4. HOS. Cokroaminoto dengan PSII (Persatuan Syarikat Islam Indonesia).
Apa yang Menyebabkan Aliran "Islam Baru” Dapat Menyebar dengan Cepat?
Muhammad bin Abdul Wahab pernah mengujicoba ajaranya kepada penduduk Bashrah, tetapi karena mereka adalah penganut fanatik ajaran Ahlussunnah wal Jamaah, maka usahanya bagaikan menabrak batu karang. Kemudian Muhammad bin Abdul Wahhab menetap di Diriyah dan Pangeran Muhammad ibn Saud (dari Diriyah Najed) setuju untuk saling dukung-mendukung dengan Wahhab. Keluarga / Klan Saud dan pasukan/lasykar Wahabi berkembang menjadi dominan di semenanjung Arabia, pertama menundukan Najed, lalu memperluas kekuasaan mereka ke pantai timur dari Kuwait sampai Oman. Orang Saudi juga membawa tanah tinggi'Asir dibawah kedaulatan mereka dan pasukan Wahhabi mereka mengadakan serangan di Irak dan Suriah, dan menguasai kota suci Shi'ah, Karbala tahun 1801.
Pada tahun 1802, pasukan Saudi-lasykar Wahhabi merebut kota Hijaz (Jeddah, Makkah, Madinah dan sekitarnya) dibawah kekuasaan mereka. Hal ini menyebabkan kemarahan Daulah Utsmaniyah Turki, yang telah menguasai kota suci sejak tahun 1517, dan membuat Daulah Utsmaniyah bergerak. Tugas untuk menghancurkan Wahhabi diberikan oleh Daulah Utsmaniyah Turki kepada raja muda kuat Mesir, Muhammad Ali Pasha. Muhammad Ali mengirim pasukannya ke Hijaz  melalui laut dan merebutnya kembali. Anaknya, Ibrahim Pasha, lalu memimpin pasukan Utsmaniyah ke jantung Najed, merebut kota ke kota. Akhirnya, Ibrahim mencapai ibukota Saudi,Diriyah dan menyerangnya untuk beberapa bulan sampai kota itu menyerah pada musim dingin tahun 1818. Ibrahim lalu membawa banyak anggota klan Al Saud dan Ibn Abd Al-Wahhab ke Mesir dan ibukota Utsmaniyah, Istanbul Turki, dan memerintahkan penghancuran Diriyah, yang reruntuhannya kini tidak pernah disentuh kembali. Pemimpin Saudi terakhir, Abdullah bin Saud dieksekusi di Ibukota Utsmaniyah, dan kepalanya dilempar ke air Bosphorus. Sejarah kerajaan Saudi Pertama berakhir, namun, Wahhabi dan klan Al -Saud hidup terus dan mendirikan kerajaan Saudi Kedua yang bertahan sampai tahun 1891.
Perselingkuhan agama - ambisi kekuasaan - kepentingan asing dimulai dari wilayah Najed. Ketika  lasykar Wahhabi - klan al-Saud yang dipimpin Abdul Aziz Ibnu Sa'ud menyusun kekuatan kembali disertai dukungan persenjataan mesin dari sekutu lamanya, Inggris (antek Amerika). Maka awal tahun 1900-an mereka menyerang kembali kota Hijaz yang saat itu di pimpin raja Syarif Husain. Ketika itu Hijaz hanya dibantu oleh Daulah Utsmaniyyah Turki yang sudah mulai lemah, dan akhirnya pada tahun 1924 ketika kekuasaanya sudah mengecil raja Syarif Husain mengasingkan diri ke kepulauan Cyprus dan kekuasaanya diserahkan pada putranya yang bernama raja Syarif Ali. Raja Syarif Ali membuat kota-kota pertahanan baru, tapi lasykar wahabi-klan Ibnu Sa'ud dengan persenjataan canggih berhasil mengepung semua kota, hingga yang tersisa hanya pertahanan di pelabuhan Jeddah. Pada ahir 1925 ketika lasykar wahabi-klan Ibnu Sa'ud berhasil menguasai pelabuhan Jeddah, maka raja Syarif Ali menyerah pada pemberontak. Dari tahun 1925 inilah Hijaz dengan dua kota suci Makkah dan Madinah dikuasai oleh keluarga Sa'ud dan Wahabi. Dan ahirnya tepat tanggal 23 September tahun 1932, Hijaz berubaha nama menjadi al-Mamlakah al-'Arabiyyah as-Sa'udiyyah, Kerajaan Arab Sau'di, yang dinisbatkan kepada nama leluhurnya yakni al-Sa'ud, dengan Ibukotanya Riyadh. Dan tahun 1943 muncullah ARAMCO (Arabian-American Company) yang mengksplorasi minyak Arab Saudi. Dari sejarah itulah, mengapa sampai saat ini Arab Saudi selalu tidak bisa bersuara selain seperti suara Amerika, sekalipun harus berbeda dengan negara-negara Islam lainnya.
Jatuhnya Hijaz ke tangan pemberontak pada 1925 tidak hanya berakibat perubahan pemeritahan, tapi juga merombak total praktek-praktek keagamaan di Hijaz dari yang semula Ahlussunnah wal Jamaah menjadi faham Wahabi. Seperti larangan bermadzhab, larangan ziarah ke makam-makam pahlwan Islam, larangan merokok, larangan berhaji dengan cara madzhab. Bahkan makam Rasulullah saw, sahabat dan tempat-tempat bersejarah pun berencana akan digusur karena dianggap sebagai biang / tempatnya kemusyrikan.
Ketika aliran Salafi-Wahabi berkembang di Dliriyyah maupun Najed itu belumlah membuat risau umat Islam dunia. Tetapi ketika mereka menguasai pusat Islam yakni dua kota suci di Hijaz, maka hal ini menimbulkan dampak yang luar biasa, termasuk dalam persebarannya ke seluruh dunia. Melihat perubahan ajaran yang terjadi di Hijaz, maka hampir semua umat Islam Ahlussunnah wal Jamaah di seluruh dunia memprotes rencana pemerintahan baru di Hijaz yang ingin memberlakukan asas tunggal, yakni madzhab Wahabi.  Protes luar biasa pun muncul di Indonesia, ketika bulan Januari 1926 ulama-ulama Ahlussunnah wal Jammah di Indonesia berkumpul di Surabaya untuk membahas perubahan ajaran di dua kota suci. Dari pertemuan tersebut lahirlah panita Komite Hijaz  yang diberi mandat untuk mengahadap raja Ibnu Sa'ud guna menyampaikan masukan dari ulama-ulama Ahlussunah wal Jamaah di Indonesia. Akan tetapi karena belum ada organisasi induk yang menaungi delegasi Komite Hijaz, maka pada tanggal 31 Januari 1926, ulama-ulama Ahlussunnah wal Jamaah Indonesia kembali berkumpul dan membentuk organisasi Induk yang diberi nama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Para Ulama) dengan Rois Akbar KH. Hasyim Asy'ari.
Susunan delegasi Komite Hijaz NU untuk menghadap raja Ibnu Sa'ud adalah sbb:
Penasehat       : KH. Abdul Wahab Hasbullah, KH. Masyhuri Lasem, KH. Kholil Lasem
Ketua               : KH. Hasan Gipo                     Wakil Ketua: H. Shaleh Syamil
Sekretaris        : Muhammad Shadiq              Pembantu   : KH. Abdul Halim
Materi pokok yang hendak disampaikan langsung ke hadapan raja Ibnu Sa'ud adalah:
1.      Meminta kepada raja Ibnu Sa'ud untuk memberlakukan kebebasan bermadzhab empat: Hanafi, Maliki, Syafi'I dan Hanbali.
2.      Meminta tetap diramaikannya tempat bersejarah karena tempat tersebut telah diwakafkan untuk masjid.
3.      Mohon agar disebar luaskan ke seluruh dunia setiap tahun sebelum jatuhnya musim haji, baik ongkos haji, perjalanan keliling Makkah maupun tentang Syekh.
4.      Mohon hendaknya semua hukum yang berlaku di negeri Hijaz, ditulis sebagai undang-undang supaya tidak terjadi pelanggaran hanya karena belum ditulisnya undang-undang tersebut.
5.      Jam'iyyah NU mohon jawaban tertulis yang menjelaskan bahwa utusan sudah menghadap raja Ibnu Sa'ud dan sudah pula menyampaikan usul-usul NU tersebut.
----------
Daftar Pustaka
1.      Al-Milal wa al-Nihal, Al-Syahrastani, Maktabah Syamilah II
2.      Ensiklopedia Bebas ; Wikipedia
3.      Ensiklopedia Islam,
4.      Fathul Bari fi Syarhi Shohih al-Bukhari, Ibnu Hajar al-Asqolani, Maktabah Syamlh II
5.      KH. Zainul Arifin, panglima Hizbullah, Seorang Pahlawan, NU Online
6.      Pertumbuhan dan Perkembangan NU, Drs. Choirul Anam.  Bisma Satu Surabaya
7.      Resolusi Jihad dalam Peristiwa 10 November, M. Mas’ud Adnan, Jawa Pos

Tidak ada komentar:

Posting Komentar